Amrrullah : Hadirkan Pemilu Berkualiatas


OPINI - Calon anggota DPRD Kutai Timur (Kutim) Dapil I Kecamatan Sangatta Utara, nomor urut 6 Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amrullah Cakke SS menulis cacatan ringan namun sarat makna tentang Kutim.

Catatan sekaligus harapan dan doa itu disampaikan saat bersilaturahmi di Jalan Diponegoro, Sangatta Utara, Jumat, 18 Januari 2019.

"Mohon doa dan dukungannya sappo," ujar dia, seraya menyodorkan kartu nama.

Ada kebahagiaan yang bercampur haru di dalam silahruahmi tersebut. Matanya berkaca-kaca. Tangannya sangat terasa memeluk penuh kehangatan.

Pelukan itu saya balas. Sangat erat. Lalu, saya mengajaknya berbincang sambil menyemangati. Tangannya saya pegang, lalu mendoakan semoga bisa terpilih mewakili suara rakyat dalam kontestasi politik tahun ini. Canda dan tawa juga saya selipkan mengiri pertemuan itu.

Di rumah sederhana, tempat saya dan Amrullah menjalin silaturahmi, juga bertatap muka dengan beberapa saudara dan teman seperjuangan. Termasuk orang tua saya dan tokoh masyarakat setempat yang saya kenali memiliki kepribadian yang baik.

Di hari itu, kami bersyukur bisa bersilaturahmi. Orang tua, sahabat, teman kecil, dan warga setempat pun begitu ramah menerima beliau. Mereka tak menempatkan Amrullah sebagai calon anggota DPRD. Melainkan sebagai keluarga dan saudara sendiri.

Amrullah dalam kesempatan itu menekankan bahwa kedatangannya, bukan untuk berkampanye sebagai caleg. Tapi datang sebagai anak, adik, sahabat dan keluarga untuk merawat tali silahturahmi.

Persoalan pilihan di Pemilu 2019, kata dia itu urusan belakang. Mendukung atau tidak baginya bukan hal yang utama. Menurutnya, silaturahmi tak boleh terputus hanya karena beda dukungan, menentukan pilihan itu bebas tampa harus paksaan.

Berikut catatannya:

Uang Urusan Belakang

Selama menetap di Kutim pasca-memutuskan maju jadi caleg, ada banyak pelajaran sekaligus penyemangat bisa kita petik secara pribadi. Memang sebagian orang menyebut saya terlalu berani maju di “dapil neraka”, karena kontestannya banyak diisi oleh figur yang dipersepsikan kuat. Termasuk sejumlah wajah lama dan incumbent.

Tak salah anggapan itu. Mungkin menilai saya baru terjun sebagai caleg. Belum punya modal pengenalan dan basis. Mungkin juga ada yang berkesimpulan, caleg yang tak ada bagi-bagi “pos rondanya”, “lampu jalan”, ataukah yang berbentuk materi lain. Dan itu memang benar.

Tapi terlepas dari persepsi sebagian warga, saya justru semakin tertantang. Tertantang menghadirkan yang terbaik. Tertantang ikut berperan, bahwa tak selamanya pemilih dihargai dengan selembar atau dua lembar uang merah, apalagi sembako. Tertantang, meyakinkan warga memilih calon wakil rakyat yang punya kapasitas dan integritas memajukan Kutim.

Memang tak bisa dipungkiri, istilah “ada uang ada suara” menyebar dari mulut ke mulut. Tapi jangan menyimpulkan jika semua pemilih memakai standar itu. Apalagi menyebut kalau orang Kutim ‘mata duitan’ di pemilu. Ada banyak yang masih menggunakan nuraninya. Mengedepankan rasionalitasnya, serta mempertimbangkan rekam jejak calon.

Setidaknya itu yang saya temukan ketika bersilaturahmi dengan warga. Memang ada segelintir bicara soal uang. Namun jika kita mampu meyakinkan mereka dan menyentuh hatinya, maka percayalah uang atau sembako itu urusan belakang.

Yakinkan Pemilih

Meyakinkan pemilih memang bukan perkara yang mudah. Butuh waktu dan proses. Apalagi jika sebagian kontestan masih beranggapan jika suara rakyat itu mudah dibeli dengan uang. Beranggapan, bahwa kontestasi politik adalah panggung transaksional. Beranggapan, pemilih cukup diperhatikan dengan jangka pendek.

Seharusnya, siapapun oknum yang hanya menilai warga dengan uang semata mesti diberikan efek jera. Efek jera tidak memberikan kesempatan menjadi wakil rakyat. Efek jera mengasingkan mereka dari panggung politik. Termasuk memberikan efek jera ke oknum anggota dewan yang mempolitisasi untuk kepentingan pribadi anggaran negara.

Dan yang bisa memberikan efek jera itu, tentu adalah rakyat, serta penyelenggara. Sebab jika tidak, kita jangan bermimpi punya wakil rakyat yang berintegritas di parlemen. Mereka bisa saja hanya memanfaatkan kita untuk kepentingan kelompok dan pribadinya jika kelak terpilih.

Memang kita butuh keberanian dan kesadaran melawan itu demi menghadirkan wakil rakyat yang berkualitas. Memang ada segelintir di antara kita sudah larut dengan iming-imingan uang, atau pertimbangan pragmatis. Tapi kita yang masih punya nurani, harus berani memutus mata rantai perusak tatanan berdemokrasi itu. Ini tentang generasi dan anak-cucu kita kelak.

Belum ada kata terlambat untuk itu. Kita masih punya waktu menyeleksi dengan baik siapa calon wakil rakyat kita yang layak diberikan amanah. Layak memperjuangkan aspirasi kita. Layak menjadi sahabat kita. Layak untuk ditempati berkeluh kesah, dan berdialog.

17 April 2019 mendatang, adalah saat yang tepat kita menghadirkan wakil rakyat yang benar-benar memahami keinginan rakyat. Bukan ‘wakil rakyat’ yang hanya ingin dilayani, atau hanya datang ketika punya kepentingan politik lagi.

Harga Diri

Saudaraku dan para orangtuaku, kita mesti bersepakat, bahwa kita punya nilai harga diri. Harga diri tentang moralitas. Harga diri tak ingin digadaikan. Harga diri tak ingin dipandang sebelah mata. Harga diri, bahwa kita punya keluasaan menentukan pilihan sesuai nurani.

Kita harus buktikan bersama, di Kutim yang menang adalah mereka yang mau mengabdi dengan tulus. Dia yang menang adalah mereka yang benar-benar ingin memajukan daerah. Dia yang menang adalah mereka yang sepenuh hati ingin berjuang dan mewakili aspirasi kita. Dia yang menang adalah mereka yang mau mewakafkan hidupnya untuk masa depan generasi kita.

Melalui catatan ini, izinkan dan restui saya berjuang bersama kita. Berjuang mewujudkan harapan itu. Berjuang untuk kemajuan daerah kita. Berjuang untuk kesejahteraan dan masa depan anak-cucu kita. Berjuang mengawal pembangunan tanah kebanggaan kita yakni Kutai Timur.

Komentar

Postingan Populer